Memimpikan Pendidikan Modern Di Indonesia - Saat melihat sebuah film yang pernuh dengan kecanggihan teknologi, berkomunikasi jarak jauh tanpa harus menggenggam sebuah ponsel dan melihat kejadian di belahan dunia lain tanpa televisi seakan menjadi sesuatu yang menarik. Apakah teknologi yang seperti itu mampu diaplikasikan dalam dunia pendidikan di Indonesia?
Istilah pendidikan modern memang tidak harus seperti gambaran di atas, faktanya sekarang ini teknologi juga sudah berperan dalam dunia pendidikan. Dimulai dari hal sepele, misalnya saja mengumpulkan tugas lewat email ataupun mencari artikel di internet. Sayangnya metode seperti ini belum dilaksanakan secara menyeluruh dan tidak semudah yang dikira. Dari beberapa pengaplikasian teknologi komunikasi di beberapa lembaga pendidikan ternyata juga tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas pendidikan.
Istilah pendidikan modern memang tidak harus seperti gambaran di atas, faktanya sekarang ini teknologi juga sudah berperan dalam dunia pendidikan. Dimulai dari hal sepele, misalnya saja mengumpulkan tugas lewat email ataupun mencari artikel di internet. Sayangnya metode seperti ini belum dilaksanakan secara menyeluruh dan tidak semudah yang dikira. Dari beberapa pengaplikasian teknologi komunikasi di beberapa lembaga pendidikan ternyata juga tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas pendidikan.
Menelaah lebih jauh mengenai istilah ‘modern’ dalam dunia pendidikan memang tidak bisa dipandang dari satu sudut teknis saja. Ada beberapa hal mendasar yang dibutuhkan guna mencapai taraf pendidikan modern antara lain kemandirian, kapasitas pendidik dan yang dididik serta konsep pemikiran kaku dalam dunia pendidikan. Saat guru Sejarah menerangkan mengenai temuan fosil purbakala sesuai dengan buku maka sebenarnya sang guru pun harus membuka lebih wawasannya terhadap perkembangan ilmu sejarah yang dapat muncul lewat televisi dan internet kapan saja.Jadinya ada semacam ilmu baru yang tidak diterapkan kepada para siswanya. Saat para siswa SMA mengerjakan dan belajar soal Ekonomi dan Akutansi terkadang guru juga tidak mengajarkan tentang bagaimana ilmu ekonomi sudah melakukan perubahan dari waktu ke waktu. Selain mengejar ketertinggalan informasi pendidikan juga perlu menerapkan mengenai konsep pemikiran dan wawasan yang maju di luar proses belajar mengajar di kelas.
Hal lainnya yang belum diterapkan dalam pendidikan kita sejak dini adalah kekhususan dalam mendalami bidang tertentu sebelum menginjak bangku kuliah. Saat ini di tingkat SMA sendiri hanya membagi berdasarkan jurusan IPA, IPS dan Bahasa yang terkadang mendapatkan label yang tidak adil di salah satu jurusannya. Sangat ironis jika seseorang yang dianggap bodoh tanpa mengorek minat dan bakatnya melalui sejumlah tes kemudian memasukkan siswa tersebut kepada jurusan ‘A’ yang dianggap cocok.
Kondisi terbalik lainnya dialami saat teknologi internet yang masuk sekolah atau universitas dipakai dengan tidak semestinya, misalnya saja akses gratis internet lebih banyak dipakai untuk media hiburan lewat jejaring sosial. Kasus ini sangat marak beberapa waktu lalu hingga sampai ke tingkat dinas dimana saat konsep modernitas tidak dibarengi dengan kondisi kesadaran akan sumber daya manusianya.
Atau dalam kasus UAN (Ujian Akhir Nasional) yang menggunakan teknologi komputerisasi untuk melakukan pemeriksaan lembar jawab yang dianggap terlalu “sensitif” terhadap guratan-guratan yang tidak sengaja di lembar jawab siswa. Parahnya lagi ini membuat sebagian siswa tidak lulus UAN.
Sangat dilematis lagi jika mengingat fasilitas sebuah sekolah atau lembaga pendidikan yang terselenggara dengan lengkap tersebut ternyata menyerap dompet orang tua siswa. Para orang tua terkadang merasa sangat keberatan terhadap pungutan biaya yang notabene untuk keperluan fasilitas sekolah, berbagai pertanyaan muncul apakah dengan fasilitas tersebut para peserta didik dapat lebih berkualitas? Ataukah hanya mendatangkan prestis untuk sekolahnya saja tanpa dibarengi dengan peningkatan mutu pendidikannya?
Pendidikan modern akan terselenggara dengan baik jika antara peserta didik, lembaga pendidikan dan kurikulum mampu berjalan bersama. Pendidikan formal yang sudah dianggap sebagai tumpuan masyarakat ini harus dibangun untuk memenuhi kriteria sesuai dengan target yang ingin dicapai. Ibarat sebuah mobil balap, saat ada onderdil yang rusak maka segera diganti dengan yang baru dengan memenuhi kriteria balapan sehingga prestasi akan mampu diraih.
Hal lainnya yang belum diterapkan dalam pendidikan kita sejak dini adalah kekhususan dalam mendalami bidang tertentu sebelum menginjak bangku kuliah. Saat ini di tingkat SMA sendiri hanya membagi berdasarkan jurusan IPA, IPS dan Bahasa yang terkadang mendapatkan label yang tidak adil di salah satu jurusannya. Sangat ironis jika seseorang yang dianggap bodoh tanpa mengorek minat dan bakatnya melalui sejumlah tes kemudian memasukkan siswa tersebut kepada jurusan ‘A’ yang dianggap cocok.
Kondisi terbalik lainnya dialami saat teknologi internet yang masuk sekolah atau universitas dipakai dengan tidak semestinya, misalnya saja akses gratis internet lebih banyak dipakai untuk media hiburan lewat jejaring sosial. Kasus ini sangat marak beberapa waktu lalu hingga sampai ke tingkat dinas dimana saat konsep modernitas tidak dibarengi dengan kondisi kesadaran akan sumber daya manusianya.
Atau dalam kasus UAN (Ujian Akhir Nasional) yang menggunakan teknologi komputerisasi untuk melakukan pemeriksaan lembar jawab yang dianggap terlalu “sensitif” terhadap guratan-guratan yang tidak sengaja di lembar jawab siswa. Parahnya lagi ini membuat sebagian siswa tidak lulus UAN.
Sangat dilematis lagi jika mengingat fasilitas sebuah sekolah atau lembaga pendidikan yang terselenggara dengan lengkap tersebut ternyata menyerap dompet orang tua siswa. Para orang tua terkadang merasa sangat keberatan terhadap pungutan biaya yang notabene untuk keperluan fasilitas sekolah, berbagai pertanyaan muncul apakah dengan fasilitas tersebut para peserta didik dapat lebih berkualitas? Ataukah hanya mendatangkan prestis untuk sekolahnya saja tanpa dibarengi dengan peningkatan mutu pendidikannya?
Pendidikan modern akan terselenggara dengan baik jika antara peserta didik, lembaga pendidikan dan kurikulum mampu berjalan bersama. Pendidikan formal yang sudah dianggap sebagai tumpuan masyarakat ini harus dibangun untuk memenuhi kriteria sesuai dengan target yang ingin dicapai. Ibarat sebuah mobil balap, saat ada onderdil yang rusak maka segera diganti dengan yang baru dengan memenuhi kriteria balapan sehingga prestasi akan mampu diraih.
0 komentar:
Posting Komentar